Nama samaran: Dova Zila, Alif Danya Munsyi,
Juliana C.
Panda, Jubal Anak Perang Imanuel
Tempat. Tgl. Lahir: Makasar, Sulawesi Selatan, 22 juli 1945
Umur: 67 tahun
Agama: kristen katolik
Pendidikan: SD Karangasem Semarang, SMP Katolik
Semarang,
SMAN Solo Akademi Surakarta,
Akademi
Teater Nasional Indonesia Solo,
Akademi
Seni Rupa Solo, Akademi bahasa
asing
Jakarta
Pekerjaan: wartawan, sastrawan,
dramawan, penulis
Masa kecil : masa kecil dan remaja di Semarang & Solo
Ia
dikenal sebagai Remy Sylado alias 23761. Konon, nama ini dibuat berdasarkan
pengalamannya pada tanggal 23 bulan 7 tahun 1961, yakni pertama kali ia mencium
seorang wanita. Nama ini kemudian dipakai pula untuk kelompok teater yang ia
bentuk di Bandung, Dapur Teater 23761. Sejak usia 18 tahun dia sudah menulis
kritik, puisi, cerpen, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman popular, juga
buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Dibalik kegiatannya
dibidang musik, seni rupa, teater, dan film, diajuga menguasai sejumlah bahasa.
Remy Sylado
adalah seorang seniman dan sastrawan Indonesia yang serba bisa (Multi
Talent),dan beliau dapat menghasilkan berbagai karya seni dalam bebagai
bidang,seperti seni drama, lewat pertunjukan teaternya, seni sastra lewat
novel, cerpen, puisi, dan karya skenarionya, selain itu beliau adalah seorang
pelukis, dan kritikus musik, sehingga beliau terpilih sebagai satu-satunya
kritikus musik yang mendapatkan penghargaan dari istana wakil presiden dan
beliau juga mendapatkan penghargaan Anugerah Satya lencana kebudayaan dari
negara. Salah satu kehebatan Remy Sylado dibanding dengan para penyair
/sastrawan lainnya, yakni dalam karya sastranya beliau dapat menghidupakn
kata-kata Arkai, dengan menciptan kata-kata baru, atau memberdayakan kata-kata
lama yang selama ini tidak perna dipakai. Resikonya bagi para pembaca
kadang-kadang tidak segera menangkap maksud dari pemakaian istilah kata yang
digunakan beliau, bahkan pengunaan kata istilah yang ada dalam karya tulis
beliau belum tentu ada di kamus bahasa Indonesia, sebab beiau menggunakan
istilah kata dari beragam bahasa, seperti Bahasa Sasekerta, Jawa, sunda,
Manado, Betawi, Ambon, dan beberapa bahasa asing lainnya. Selami ini
novel-novel panjang, buku-buku, dan artikel-artikel, karya beliau yang unik
ternyata hanya ditulis dengan menggunakan mesin ketik lama, sementara kita yang
menggunakan computer bertahun-tahun, dan melihat internet setiap hari belum
dapat menulis buku dalam bentuk apapun. Karya terbaru Rem slylado saat ini
adalah beliau menciptakan sebuah buku yang diberi judul Kamus Bahasa dan Budaya
Manado, dan buku ini terdapat 390 halaman yang diterbitkan oleh PT Gramedia.
Dalam buku ini Remy Sylado mengankat arti dari ribuan fam yang digunakan oleh
orang-orang Manado dan ragam budaya bahasa pengantar sehari-hari di lingkup
orang-orang Manado, terutama bagi mereka yang berada di kalangan etnis
Minahasa.
Remy Sylado
merupakan seorang seniman dan sastrawan yang andal. Semua itu dapat diketahui
lewat riwayat hidupnya. Selain sebagai penulis drama, pria yang dilahirkan di
Makasar, 12 Juni 1945 merupakan seniman yang serba bisa. Bakat seninya berasal
dari kakek dan ibunya. Kakeknya merupakan seorang tentara yang menyukai seni,
terutama seni musik. Kesukaan itu menurun kepada ibunya yang bernama Caterina.
Walaupun sebagai seorang ibu rumah tangga yang hanya mengenyam sekolah desa
selama tiga tahun, ia yakin bahwa ibunya mempunyai jiwa seni. Buktinya, istri
Johannes Hendrikus Tambajong dapat menyanyikan lagu-lagu klasik, seperti The
Messiah karya Handel, Ave Maria, dan masih banyak lagi. Remy sejak duduk di
bangku sekolah dasar sudah berprestasi di bidang seni. Waktu duduk di sekolah
dasar (SD), juara lomba seni lukis tingkat SD se-Semarang pernah disandangnya.
Kecintaannya kepada seni lukis berlanjut hingga perguruan tinggi. Selepas
menamatkan pendidikan di sekolah menengah atas (SMA), pria yang bernama asli
Japi Panda Abdiel Tambayong ini kemudian mendaftar di Akademi Kesenian
Surakarta Jurusan Seni Rupa untuk memperdalam bakatnya di seni lukis. Di dunia
sastra dan pertunjukan, pendiri kelompok teater 23761 ini sangat terampil, baik
sebagai pemain drama maupun sebagai penulis cerita. Ia sudah bermain drama
sejak berusia empat tahun. Perannya menjadi domba di kandang natal sangat
berkesan hingga sekarang. Saat tubuhnya bertambah besar, peran yang
dimainkannya pun berubah, yaitu menjadi anak sapi. Ketertarikannya pada dunia
seni peran menuntunnya untuk melanjutkan sekolah di Akademi Teater Nasional
Indonesia. Bakat kepengarangan Remy sudah terlihat sejak duduk di bangku SMP.
Yang kala itu ikut andil mengasah kemampuannya mengarang adalah guru bahasanya.
Ketika sang guru menugaskan murid-muridnya mengarang sepanjang satu halaman,
penulis novel Ca-bau-kan ini mampu mengarang hingga empat halaman. Bahkan,
hasil karangannya dibacakan di kelas-kelas lain. Kepenulisan mantan Ketua Pusat
Kebudayaan Bandung ini semakin terasah ketika dia berkarier sebagai wartawan.
Pada 1965, Remy pernah menjadi wartawan di majalah Tempo di Semarang. Setelah
itu, ia kemudian menjadi redaktur di majalah Aktuil Bandung dari 1972 sampai
1975. Di sana, dia sekaligus menjadi redaktur pertama rubrik “Puisi Mbeling”.
Baginya, sastra harus bisa memberikan penghiburan dan pengharapan kepada
pembacanya. Karya sastra tersebut dapat dibuang ke tempat sampah apabila tidak
memuat keduanya.
Tugas
seorang penulis sastra bukanlah sekadar membuat cerita, melainkan membuat dan
menghadirkan gagasan pemikirannya. Baginya, pengarang tidak dapat menghadirkan
gagasan pemikiran secara asal-asalan kepada pembaca. Untuk menghasilkan sebuah
karya sastra, perlu dilakukan riset terlebih dahulu. Alasannya, jika ditulis
tanpa riset, novel tersebut cenderung akan kering. Salah satu novelnya yang
terkenal dan sempat difilmkan adalah Ca-baukan (Hanya Sebuah Dosa). Remy
telah menghasilkan beberapa novel yang lain, seperti Kembang Jepun, Parijs
van Java: Darah, Keringat, Airmata, Kerudung Merah Kirmizi, Menunggu Matahari
Melbourne, dan Sam Po Kong. Selain itu, Remy menulis drama, seperti Siau
Ling dan 9 Oktober 1740. Keduanya memiliki latar belakang sejarah
yang kuat.Teks drama 9 Oktober 1740
bercerita tentang kisah percintaan antara Hein de Wit dan Hien Nio yang di
dalamnya terdapat intrik politik, pengkhianatan, dan sentimen kebangsaan.
Keistimewaan
drama ini terletak pada penjelasan yang detail tentang tokoh dan tempat melalui
catatan kaki, misalnya karakter Adriaan Valckenier dan tempat Zeedijk. Selain
itu, Remy Sylado juga menggunakan banyak bahasa dalam teks drama ini. Bahasa
yang digunakan antara lain, bahasa Indonesia, Cina, Belanda, dan Jawa. Tanggapan
terhadap drama ini beragam. Di Fakultas Ilmu Budaya UGM, terdapat sebuah tesis
yang membahas tentang teks drama 9 Oktober 1740 yang ditulis oleh Else Liliani.
Ia menyimpulkan bahwa naskah drama ini berusaha menyajikan wacana antikolonial.
Akan tetapi, wacana tersebut masih terhegemoni oleh wacana kolonial yang
menekankan pada pejabat kolonial yang koruplah yang harus dipersalahkan, bukan
setiap orang Belanda yang identik dengan penjajah. Selain itu, teks ini juga
dianggap merefleksikan proses hibridisasi yang tidak mungkin ditolak. Remy
memang sering menulis cerita dengan menggunakan latar belakang sejarah. Kritik
terhadap kebenaran sejarah dalam karyanya sering muncul. Akan tetapi, ia
mempunyai jawaban sendiri tentang hal tersebut.
SINOPSIS NOVEL PUDARNYA PESONA
CLEOPATRA KARYA HABIBIRRAHMAN EL SHIRAZY
Ibuku
memaksaku untuk menikahi gadis pilihannya yang sama sekali tak kukenal. Aku tak
berdaya sama sekali untuk melawannya, aku tak punya kekuatan apa-apa untuk
memberontakknya, sebab setelah ayahku tiada, bagiku ibu adalah segalanya.
Gadis
yang akan dijodohkan denganku bernama Raihana. Ia adalah anak dari teman karib
ibuku waktu nyantri di Mangkuyuban Solo dulu. Ibuku bercerita, sejak di dalam
kandungan ibuku, aku telah dijodohkan dengan anak teman karib ibuku itu yang
bernama Raihana yang sama sekali tak ku kenal. Bisa-bisanya ibuku berbuat
seperti itu. Dahulu mereka pernah benjanji, jika dikaruniai anak berlainan
jenis akan besanan untuk memperteguh ikatan persaudaraan. Maka dari itu ibuku
mengharanp keikhlasanku, dan jangan mengecewakan harapan ibuku yang telah hadir
jauh sebelum diriku lahir.
Percayalah
pada ibu, ibu selalu memilihkan yang terbaik untukmu. Ibu tahu persis garis
keturunan Raihana, kesalehan kedua orang tuanya. Ibu meyakinkan diriku. Begitu
juga adikku mencoba meyakinkanku. Raihana orangnya baik, ramah, halus budi,
sarjana pendidikan, penyabar, berjilbab dan hafal Alquran komentar Aida,
adikkku.
Kucoba
selidiki tentang Raihana kepada adikku, ternyata Raihana lebih tua 2 tahun dari
pada aku. Namun terus saja adikku mencoba untuk meyakinkan aku, yang
dibilangnya wajahnya baby face, tampak masih sweet seventeen dan menikah dengan
wanita yang lebih muda lagi nge-trend.
Sesungguhnya
aku tak mau menikah dengan wanita yang tak kucintai dan kusayangi. Namun
akhirnya aku pasrah dan menuruti keinginan ibuku. Aku tak mau mengecewakannya.
Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus
mengorbankan diriku. Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada
ibuku. Meskipun dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai. Sebenarnya
aku sudah mempunyai kriteria sendiri untuk calon isteriku. Namun aku tak dapat
berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibuku yang amat kucintai itu. Saat
khitbah, sekilas kutatap wajah Raihana, dan benar kata Aida, ia memang baby
face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikkan yang kuimpikan tak
kutemukan sama sekali. Semua keluargaku mengakui bahwa Raihana cantik, bahkan
pemilik salon terkenal mengacungkan jempol saat menatap foto Raihana.
Seleraku
lain, aku begitu hanyut dengan citra gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra yang tinggi semampai,
berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas
Arab, dan bibir merah halus menawan. Dalam balutan jilbab sutera putuh wajah
gadis Mesir itu bersinar-sinar seperti permata Zabarjad yang bersih, indah
berkilauan tertimpa sinar purnama. Sejuk dan mempesona jika tersenyum, lesung
pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. Aura pesona kecantikkan gadis
Mesir titisan Cleopatra sedemikian mengakar dalam otakku. Perasaanku, dan
hatiku. Aku heran kenapa aku jadi begini. Mana ada kecantikkan Cleopatra di Jawa.
Di
hari-hari menjelang akad nikah, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku
pada calon isteriku, tetapi usahaku selalu saja sia-sia. Bibit cinta yang
kuharapkan malah menjelma menjadi pohon-pohon kaktus berduri yang tumbuh
mengganjal di dalam hatiku.ingin aku memberontak pada ibu, tapi teduh wajahnya
selalu membuatku luluh. Haruskan aku menikah dalam keadaan seperti ini dengan
orang yang tak kucintai? Dan lagi-lagi aku pasrah, sinar wajah ibu
berkilat-kilat hadir didepan mataku.
Hari
pernikahan itu datang. Aku seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan.
Lalu duduk di pelaminan bagaikan mayat hidup, hati hampa tanpa cinta. Pesta
meriah dengan empat bunyi grup rebana terasa konyol, lantunan shalawat terasa
menusuk-nusuk hati. Innalillahi wa inna ilahi rojiun. Perasaanku dan nuraniku
benar-benar mati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa
teriris-iris dan jiwaku meronta-ronta. Aku benar-benar merana. Harapanku
hanyalah berkah dari Tuhan atas baktiku pada ibu yang amat kucintai. Layaknya
pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksa untuk mesra bukan karena cinta namun
hanya sekadar karena aku manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya. Hatiku merintih menangisi kebohongan dan
kepura-puraanku. Aku pasrah tanpa daya.
Tepat
dua bulan setelah pernikahan, ku bawa Raihana ke sebuah rumah kontrakkan di
pinggir kota Malang. Tak kutemukan hari-hari indah selayaknya pengantin baru.
Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan
jiwa yang mendera-dera. Betapa susahnya hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah
dua bulan hidup bersama Raihana, semuanya serba bersama tapi masya Allah bibit-bibit
cintaku tak juga tumbuh. Pepatah jawa kuno bilang, wiwiting tresno jalaran soko
kulino, yang artinya hadirnya cinta sebab sering bersama. Namun pepatah itu
agaknya tak berlaku untukku.
Memasuki
bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan. Aku tak tau
dari mana datangnya perasaan ini. Aku telah mencoba membuang jauh-jauh perasaan
tidak baik ini, aku tak mau muak dan benci pada siapapun apalagi pada isteriku
sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Namun perasaan itu tidak bisah
diusir. Bahkan dari detik ke detik rasa muak itu semakin menjadi-jadi,
menggurita dan menjajah diri. Aku tak berdaya apa-apa. Sikapku mulai terasa
lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidurpun lebih
banyak di ruang kerja atau diruang tamu. Aku merasa hidupku adalah sia-sia.
Belajarku di luar negeri selama lima tahun juga sia-sia. Pernikahanku sia-sia,
keadaanku sia-sia, dan usahaku untuk berbakti pada ibu adalah sia-sia. Aku
hanya menemui kesia-siaan, sebab aku telah berusaha menemukan cahaya cinta itu
namun tak kutemukan juga. Yang datang justru
rasa muak dan hampa.
Tidak
hanya aku yang tersiksa dengan keadaan ini. Raihan mungkin merasakan hal yang
sama. Ia adalah wanita jawa sejati yang selalu berusaha menahan segala badai
dengan kesabaran, selalu mengalah dengan keadaan dan menomorsatukan suami
ketimbang dirinya sendiri. Ia mencoba memberanikan diri bertanya tentang
perubahan sikapku, ia mencari kejelasan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku
tapi selalu saja kujawab “tidak ada apa-apa kok mbak”. Ada kekagetan dalam
wajah Raihana saat ku panggil “mbak”. “ kenapa mas memanggilku “mbak”? aku
inikan isteri mas apakah mas tidak mencintaiku? Tanyanya dengan wajah sedih.
“wallahu’alam” jawabku. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk dan
menangis terisak-isak sambil memeluk kedua kakiku. Rihana berkata mengapa mas
mengucapkan akad nikah itu kalau mas tidak mencintaiku? Apa yang kurang dariku
mas. Mas jangan diam, kalau ada yang tidak berkenaan mas bilang dan menegurnya.
Apa yang harus aku lakukan mas? Bagaimana caranya agar bisa membahagiakanmu
mas? Satu hal yang jangan kau pinta mas yaitu menceraikan aku, itu adalah
neraka bagiku, aku ingin berumah tangga Cuma sekali. Ku mohon bukalah sedikit
hatimu untuk menjadi ruang pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadah di dunia
ini. Raihana mengibah penuh pasra namun sayang sungguh sayang aku tidak
merasakan apapun, tak merasa ibah terhadapnya.
Hari
terus berjalan namun komunikasi kami tidak, kami hidup seperti orang asing.
Namun Raihana masih menyiapkan segalanya untukku. Suatu sore ketika pulang
mengajar aku kehujanan di jalan. Seluruh tubuhku basah kuyub karena aku tak
membawa jas hujan. Aku sampai dirumah sehabis magrib. Bibirku biru, mukaku
pucat, perutku masih kosong karena tidak sarapan. Raihana memandangku dengan
khawatir. Langsung ia bergegas jeketku yang basah kuyub dan menyediakan air
panas untukku mandi. Namun aku tak ada berkata apapun kepada Raihana. Aku
langsung masuk kamar mandi dan selesai mandi Raihana juga telah menyiapkan
pakaianku serta telah membuatkanku wedang jahe. Namun aku merasa mual dan
berlari ke kamar mandi dan muntah disana, Raihana mengejarku dan memijitku,
katanya aku masuk angin. Dengan kebiasaan yang dilakukan seperti ibuku dia
mengerokin tubuhku, dan setelah itu membawakanku bubur kacang hijau panas. Aku
menyantap bubur itu, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Raihana duduk di
kursi yang tak jauh dariku dengan membacakan alquran. Di luar sangat hujan
deras dan petir menggelegar-gelegar. Tak lama setelah itu tertidurlah aku dan
dalam tidurku aku bertemu dengan Ratu Cleopatra di pantai Cleopatra,
Alexandria. Ia mengundangku untuk makan malam bersama keponakannya Mona Zaki
dan menyuntingnya di suatu istana. Segala persiapan aku lakukan agar bertemu
dengan wanita yang sangat cantik itu. Malam harinya sampailah aku di istana
Ratu Cleopatra, disana ada Mona Zaki dan kedua orangtuanya. Aku telah
menyuntingnya dan saat aku melangkah maju dan akan duduk bersanding dengan Mona
Zaki tiba-tiba Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan kecewaan yang luar
biasa dan menatap Raihana dengan perasaan jengkel namun Raihana meminta maaf
karena telah membangunkanku. Dia membangunkanku karena aku belum sholat isya,
mungkin dia baru selesai sholat duluan karena tampak dari mukena yang belum
terlepas. Aku bangkit mengambil air wudhu dan sholat.
Aku
merasa sulit hidup bersama Raihana. Hidupku kami serasa hidup dalam dunia
masing-masing. Aku telah memasuki bulan ke enam menjadi suaminya namun sudah
satu bulan aku tak tidur bersamanya. Aku lebih senang dan nyaman tidur di ruang
kerja bersama buku-buku dan komputerku. Raihana tak mampu membuka hatiku dan
meluruhkan perasaanku. Mengapa aku sulit jatuh cinta, seribu doa terpanjatkan
agar hatiku terbuka namun yang hadir tetap saja aura gadis lembah sungai Nil.
Aku mungkin terlalu memuja keelokan gadis Mesir yang jika ada delapan gadis
Mesir maka yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga cantik. Aku
benar-benar terpenjara dalam keadaan ini. Untuk menghibur diri suatu pulang
mengajar, kulihat kaset sinetron berseri Ibnu Hazm dari Mesir. Dengan melihat
sinetron itu kaembali hadir pesona kecantikka gadis-gadis titisan Cleopatra.
Dalam sinetron itu menceritakan seorang istri yang selalu setia mencintai
suaminya dan begitu juga seorang suami yang sangat mencintai istrinya walau
banyak godaan yang menghampiri mereka. Namun dengan keteguhan cinta mereka
sampai saat suaminya di penjara sekalipun istrinya masih tetap selalu setia
menjenguk dan menantinya. Istrinya tak
pernah goyah akan cintanya pada suaminya yang terhina di penjara. Sebuah
keteladana cinta yang luar biasa. Aku ingin mencintai istriku seperti dalam
sinetron itu yang mencintai istrinya dengan sepenuh jiwa dan dicintai istriku
seperti dalam sinetron itu yang dicintai oleh istrinya.
Kemudian
tersadar aku dalam pengembaraanku pada sinetron itu, karena Raihana mengajakku
untuk datang pada acara aqiqahaan Yu Imah. Segan jika yang selalu di elu-elukan
tidak hadir disana. Kemudian pelan-pelan Raihana meletakkan onde-onde dan
segelas wedang jahe di atas meja. Aku biasa saja terhadapnya. Raihana meminta
maaf jika telah menggangguku dan perlahan meninggalkanku. Dinda..... kataku.
Sontak Raihana menghentikan langkahnya dan menghadapku, ia tersenyum karena
bahagia dipanggil Dinda. Kita akan berangkat kesana setelah sholat dzuhur,
insya allah. Ucapku sambil menatap wajanya dengan senyum ku paksakan. Raihana
menatapku cerah ada secercah senyum bersinar di bibirnya. Terima kasih Mas, ibu
kita pasti senang jawabnya padaku.
Acara
pengajian dan aqiqahan putram ketiga dari Yuk Fatimah, kakak sulung Raihana
membawa sejarah baru dalam lembaran pernikahan kami. Memang betul kedatangan
kami sangat dielu-elukan keluarga.
Sesampai disana kami disambut dengan bahagia oleh mertua dan ibundaku sendiri.
Raihana begitu bahagia lain denganku. Yu Imah menggoda kami dengan candanya.
Sambutan keluarga begitu hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang
sedemikian kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Ia selalu menyanjung
kebaikanku sebagai suaminya, orang yang dicintainya. Bahkan mengaku bangga dan
bahagia menjadi istriku. Pusingnya lagi ibu mertuaku dan ibundaku menyindir
tentang keturunan. Insya allah tak lama lagi ibu akan segera menimang cucu
doakan kami, bukan begitu Mas? Sahut Raihana sambil menyikut lenganku, akupun
tergagap dan menganggukkan kepalaku. Setelah peristiwa itu ku coba untuk
bersikap bersahabat dengan Raihan. Aku berpura-pura mesra terhadap Raihana dan
Allah maha kuasa, kepura-puraanku membuahkan hasil Raihana hamil. Ia semakin
manis, saudara semua bergembira, ibuku bahagia namun hatiku menangis meretapi
cintaku yang tak kunjung datang. Tuhan kasihanilah hamba, hadirkanlah cinta itu
segera, aku takut kelak juga tak bisa mencintai bayi yang tak lain adalah darah
dagingku sendiri. Sejak itu hatiku semakin sedih dan aku semakin lalai untuk
memperhatikan Raihana dan kandungannya. Saat usia kehamilannya memasuki bulan
keenam, Raihana minta ijin untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dengan
alasan kesehatannya. Dan ku antarkan dia kesana. Ketika aku pamitan Raihana
berpesan untuk mencairkan ATM-nya d bawah kasur no pinnya tanggal pernikahan
kami, guna untuk menambah biaya persalinan kelak.
Setelah
Raihana tinggal disana aku merasa lega. Aku bisa bebas melakukan apa saja hanya
saja sedikit repot karena harus mempersiapkan segalanya sendirian. Waktu terus
berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana dan suatu saat ketika aku pulang
kehujanan dan sampai rumah sudah petang aku merasa tubuhku benar-benar lemas, aku muntah-muntah, menggigil, kepala
pusing dan perut mual, saat itu terlintas andaikan ada Raihana dia pasti telah
menyiapkan air hangat, bubur kacang hijau, mengerokin punggungku, dan
menyelimuti tubuhku dengan selimut. Satt itu ku lakukanlah segalanya sendirian,
menyiapkannya sendirian agar tubuhku
segar. Aku terbangun jam enam pagi ada penyesalan dalam diri karena aku belum sholat isya dan terlambat sholat
subuh. Baru terasa, andaikan ada Raihana aku pasti tidak lalai sholat meskipun
sakit. Lintasan kehadiran Raihana hilang setelah aku beranmgkat mengajar.
Ketika aku makan siang bersama Pak Hardi dan Pak Susilo, kami berbincang-bincang
tentang Pak Agung yang kehidupannya sungguh menyedihkan. Ceritanya Pak Agung ini adalah seseorang yang
cerdas karena kecerdasannya beliau berhasil mempersunting wanita cantik yang
namanya adalah Judit Barton. Namun sayang wanita yang telah menjadi istri Pak
Agung selingkuh dengan pria bule. Dan sekarang ini beliau menjalankan terapi
psikologis. Dan di sela-sela perbincangan itu mereka mengatakan hidupku sungguh
beruntung memiliki istri yang sangat ideal, cantik, pintar, penurut, setia, dan
lebihnya lagi hafal qur’an. Cerita saat makan siang tadi mengingatkanku pada
Raihana. Namun entah mengapa sudah satu bulan berpisah dengannya rasa rindu tak
pernah ada untuknya. Cerita itu berlalu dengan sendirinya apalagi aku mendapat
tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa
arab selama 10 hari. Diantara tutornya adalah profesor bahasa arab dari Mesir.
Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen yang
pernah menempuh S1 nya di Mesir. Lama kelamaan beliau akrab denganku dan
menceritakan pengalamannya saat di Mesir yang menurutnya pahit tapi terlanjur
dijalani. Ia telah menyesal telah menikah dengan wanita Mesir yang bernama
Yasmin, karena kecantikannyalah beliau menderita. Saat menjalin rumah tangga dengan
istrinya hidupnya harus serba mewah, selalu menuruti apa yang di inginkan
istrinya. Segala sesuatunya aku lakukan untuk membahagiakannya sampai-sampai
harta orangtuanya di gadaikan hanya untuk menantu seperti Yasmin. Hingga pada
suatu saat ketika harta benda orangtuanya habis karena ingin kembali ke Mesir
saat itulah Yasmin memintanya untuk menceraikannya, sungguh wanita tak berhati
mulia, sungguh keji perbuatannya telah berselingkuh dan telah mengkhianati
cintaku. Aku sangat menyesal , kata beliau telah memilih wanita yang salah.
Salah menomorsatukan kecantikan, istri yang cantik namun berperangai buruk.
Beliau juga mengatakan bahwa aku beruntung tidak menikah dengan wanita Mesir
karena kalau menikah pasti akan sengsara juga.
Mendengar
cerita Pak Qalyubi aku terisak-isak, perjalan hidupnya menyadarkanku dan aku
teringat pada Raihana, perlahan wajahnya terbayang di wajah, sudah dua bulan
aku berpisah dengannya, tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dalam hati.
Raihana tistri yang soleha yang tak pernah meminta apapun, yang ada hanya pengabdian dan pengorbana.
Wajah Raihana telah menyala di dinding hatiku. Bagaimana kabar dan
kandungannya. Sebentar lagi melahirkan dan aku teringat pesannya yang memintaku
untuk mencairkan tabungannya, tiba-tiba aku merasa ingin pulang dan ingin
bertemu Raihana.
Pulang
pelatihan aku sempatkan mampir ke toko busana muslim. Aku membelikan stel
busana muslim untuk Raihana, daster, serta pakaian bayi. Dan membelikan sebuah
gelang untukknya. Aku ingin memberikan hadiah kejutan dan ingin melihatnya
tersenyum atas kedatanganku. Aku langsung ke rumah ibu mertuaku tempat dimana
Raihana sekarang berada. Tapi terlebih dahulu aku mampir ke rumah kontrakan
untuk memenuhi pesan Raihana mencairkan tabungannya. Sampainya di rumah aku langsung
membuka kasur tempat tidur dia selama ini. Aku tersentak kaget dibawah kasur
itu kutemukan puluhan kertas merah jambu, aku fikir ia telah selingkuh dengan
orang lain namun ternyata surat-surat itu adalah ungkapan batin Raihana yang
selama ini aku zhalimi, ia sungguh mencintaiku, merindukanku, ia mendambakan
hadirnya cinta sejati yang murni suci dariku.tak terasa air mataku mengalir,
dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak, dalam tangisku
itu semua kebaikan Raihana terbayang. Dalam keharuan terasa hawa sejuk turun
dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona cleopatra memudar,
berganti cahaya cinta Raihana yang terang dihati. Rasa sayang dan cintaku
kepada Raihana tiba-tiba terasa begitu kuat mengakar di seluruh syaraf dan
nadi. Inginku menumpahkan rasa rindu padanya dan menumpahkan tangis cinta di
pangkuannya. Segera ku kejar waktu untuk membagi cintaku pada Raihana. Air
mataku berderai-derai, ku kebut kendaraanku, kupacu kencang diiringi derai air
mata yang tiada henti menetes di jalanan. Degitu sampai di rumah mertua, nyaris
tangisku meledak. Kutahan dengan mengmbil nafas panjang dan mengusap air mata.
Melihat kedatanganku ibu merua serta merta memeluk dan menangis tersedu-sedu,
aku jado heran dan ikut menangis. Ternyata istriku telah meninggal satu minggu
yang lalu karena terjatuh di kamar mandi, sempat di bawa kerrumah sakit namun
sayang nyawa Raihana dan bayinya tidak selamat. Ternyata sebelum meninggal ia
telah berpesan bahwa ia meminta maaf kepadaku atas segala kekuranganku yang
tak bisa membahagiakanmu dan meminta
maaf karena tak sengaja membuatku menderita. Hatiku bergetar hebat mengapa
mereka tidak ada yang menberitahuku atas kejadian ini. Ternyata mereka telah
mengunjungi kontrakanku dan menelepon ke kampus namun sayang pada saat itu aku
sedang ada pelatihan, dan di tambah lagi Raihana yang tak mau mengganggu
ketenanganku selama pelatihan. Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku sangat pilu,
jiwaku remuk, ketika aku sedang merasakan cinta yang membara Raihana telah tiada.
Aku terlambat ia telah tiada, ia telah meninggalkanku selamanya. Tuhan telah
menghukumku dengan penyesalan dan rasa bersalah tiada terkira. Kemudian ibu
mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah masih baru di kuburan yang letaknya
di pinggir desa. Di atas gundukn itu ada dua batu nisan, nama dan hari wafatnya
tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu, dan penyesalan
yang luar biasa. Aku menangis tersedu-sedu, memanggil-manggil nama Raihana,
sukmaku menjerit-jerit, mengiba-iba, aku ingin Raihana hidup kembali. Hatiku
perih tiada terkira. Dunia tiba-tiba gelap semua.......
UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
ØNilai sastra:
Dalam novel
ini terdapat
nilai-nilai sastranya, di dalamnya terdapat
gaya bahasa yang cukup bagus seperti kata-kata perumpamaan dan khiasan, banyak
sekali di gunakan seperti kata “batinku meronta-ronta” dan “jiwaku menangis”.
Ada pula beberapa bait puisi di paparkan dalam novel ini yang sungguh sangat
luar biasa maknanya. Dapat di lihat dari kutipannya sebagai berikut:
Ibu
Durhakalah aku
Jika dalam
diriku,
Tak kau temui
inginmu
Ibu,
Durhakalah aku
Jika dalam
hidupku,
Tak kau temui
legamu
Ibu,
durhakalah aku
Jika dalam
maumu tak ada mauku
Tapi
durhakakah aku, ibu?
Jika dalam
diri Raihana tak ada cintaku
ØNilai
moral:
Dalam cerita ini juga terdapat nilai moralnya yaitu membahagiakan orangtuanya yang telah sendiri. Menuruti
segala keinginan ibunya agar menjadi seorang anak yang berbakti kepada ibunya.
Walau harus mengorbankan diri sendiri yaitu dengan menikahi seorang gadis
pilihan ibunya, karena ia tak ingin di anggap menjadi anak durhaka maka ia
melakukannya dengan sepenuh hatinya. Terlihat dari kutipan berikut:
“
beliau memaksaku untuk menikahi dengan gadis itu. Gadis yang sama sekali tak
kukenal. Sedihnya, aku tiada berdaya sama sekali untuk melawannya. Aku tak
punya kekuatan apa-apa untuk memberontaknya. Sebab setelah ayah tiada ibu
adalah segalanya ” dan kutipan “ dengan pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat
pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kekecewaan-kekecewaan yang
mengintai. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu
yang amat kucintai ”
Kemudian ada juga nilai moralnya yaitu tetap sabar dan
tawakal terhadap seorang suami yang tak pernah mencintai kita, dengan tabah
mengabdi dan berbakti menjadi seorang istri yang taat terhadap suaminya yang
sama sekali tak pernah mencintainya yang pada akhirnya suaminya itu merasakan
penyesalan yang amat dalam karena pada saat cintanya tumbuh untuk istrinya itu
dan ingin meminta maaf sayang istrinya telah tiada terlebih dahulu. Sungguh
penyesalan yang tak pernah termaafkan sepanjang hidup. Terutama bagi yang
mengalami hal seperti itu. Dapat terlihat dari kutipan berikut:
“
aku menangis tersedu-sedu. Hatiku sangat pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku sedang
merasakan cinta yang membara pada Raihana, ia telah tiada. Ketika aku ingin
menebus semua dosa yang kuperbuat padanya, ia telah meninggalkanku. Ketika
cintaku padanya membuncah-buncah. Rinduku padanya menggelegak-gelegak. Aku
sudah terlambat. Dia telah tiada. Dia telah meninggalkanku untuk selamanya
tanpa memberikan kesempatan kepadaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum
padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan rasa bersalah tiada
terkira “
ØNilai
sosial:
Nilai sosialnya juga ada terlihat
dari sosialisasi terhadap sesama rekan di kampusnya terutama
dosen-dosen yang pernah belajar di Mesir. Ia begitu akrab dengan teman-temannya
hanya saja sedikit tidak bersosialisasi kepada istrinya yang selalu menemaninya
setiap hari, adanya kekurang akraban di antara mereka, berkomunikasinya juga
kurang, sehingga rasa benci yang menyelimutinya lama kelamaan terus membara.
Namun ada saat yang bahagia saat mereka berada di acara aqiqahan kakak bungsu
Raihana, mereka sangat akrab kepada sanak saudara, ibu mertua dan lainnya.
Disitu terasa hubungan yang hangat di antara mereka meskipun di dalam hatinya
tak terasa kebahagiaan yang ada hanya kepura-puraan. Dapat terlihat dari
kutipan berikut:
“ sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat.
Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang sedemikian kuat menjaga kewibawaanku
di mata keluarga. Pada ibuku dan pada semuanya ia tidak pernah bercertita
apa-apa kecuali menyanjung kebaikanku sebagai suami, orang yang dicintainya
bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku ” dan kutipan “ insya
allah, tak lama lagi ibu akan segera menimang cucu. Doakanlah kami. Bukan
begitu mas? Sahut Raihana sambil menyikut lenganku ”
ØNilai
ekonomi:
Keadaan yang tidak begitu sulit. Mereka masing-masing memiliki tamatan
sarjana, bekerja sebagai dosen, namun hanya saja masih hidup di dalam
kontrakan. Tidak ada kekurangan apapun di rumah tangga mereka, semuanya
terpenuhi dengan baik. Tak pernah berlebihan dan tak pernah mengeluh dengan
keadaan ekonomi yang mereka miliki. Memiliki ATM dan pekerjaan tetap merupakan
patokan yang memperlihatkan keadaan mereka sudah lebih dari cukup. Terlihat
dari kutipan berikut:
“ mas untuk menambah biaya persiapan kelahiran anak kita
tolong cairkan tabunganku! ATMnya ada di bawah kasur tidur ”
ØNilai
agama:
Nilai agama yang terdapat di dalamnya yaitu pengabdian
seorang anak terhadap ibunya, yang menuruti segala keinginan ibunya walau harus
mempertaruhkan dirinya sendiri, karena ia takut akan durhaka jika kelak tak
terpenuhi keinginan ibunya itu. Karena kasih sayang yang amat sangat maka semua
itu dilakukan. Kemudian jangan pernah melihat seseorang dari kecantikannya
saja, karena kecantikan tidak di dasari kecantikan di dalam hati maka semuanya
sia-sia dan percuma, jangan pernah menganggap kecantikan segalanya, kecantikan
itu tidak untuk selamya, jangan mematokan kecantikan untuk hidup bahagia namun
cerminkanlah rasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya merupakan suatu cara
sukses dalam menjalankan hidup terutama dalam hidup berumah tangga. Dan yang
selanjutnya yaitu pengabdian seorang istri yang selalu setia menemaninya walau
suaminya itu tak pernah mencintainya, ia hanya sabar dan selalu berusaha
menjadi istri yang soleha, tak pernah meminta apapun, tak pernah
menjelek-jelekan suaminya, membantah suaminya tak pernah yang ada hanyalah
bangga menjadi istri yang selalu menyayangi suaminya. Dan tak pernah menyesal
karena telah menikah dengan suaminya itu. Terlihat dari kutipan berikut:
“sambutan sanak
saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang
sedemikian kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan pada
semuanya ia tidak pernah bercertita apa-apa kecuali menyanjung kebaikanku
sebagai suami, orang yang dicintainya bahkan ia mengaku bangga dan bahagia
menjadi istriku”
KESIMPULAN
Seorang anak yang mulanya dijodohkan oleh ibunya dan
ibunya meminta agar anaknya menikahi gadis pilihan ibunya itu. Takut dikata tak
membahagiakan ibunya dengan terpaksalah anaknya menuruti keinginan ibunya yang
sudah lama itu. Ia menikahi seorang wanita yang baik, sabar, dan hafal qur;an,
namu hanya saja ia tak pernah mencintainya sedikitpun tak pernah, yang ada di
dalam hatinya hanyalah pesona wanita titisan Cleopatra yang dimana ada delapan
gadis Mesir pasti yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga ikut
cantik. Hari terus berjalan seiringnya waktu namun rasa sayang dan cinta itu
tak kunjung datang kepadanya. Hingga suatu saat ia mendengar cerita-cerita
orang yang telah menikah dengan wanita Mesir mengalami kegagalan dan kepahitan
serta kehancurnya, terlintaslah ia akan keberuntungannya tidak menikah dengan
wanita Mesir danm seketika tunbuh cinta terhadap istrinya itu. Namun sayang
saat ia ingin menemui istrinya di rumah ibunya ternyata istrinya yang sedang
mengandung itu meninggal dunia akibat terpeleset di kamar mandi, sungguh sangat
menyesal kala itu melihat semua kehidupannya, sungguh sangat menyedihkan kisah
hidupnya. Itu merupakan penyesalan yang tak pernah terlupakan, ia ingin
istrinya hidup kembali dan akan meminta maaf serta mencintai dan menyayangi
dirinya seperti apa yang telah dilakukan istrinya terhadapnya dahulu yang
selalu sabar, setia, patu dan selalu mengabdi kepadanya. Namun semuanya sia-sia
istrinya telah tiada semua hilang begitu saja dan inilah akhir cerita dari
novel “ PUDARNYA PESONA CLEOPATRA”